Menteri Imigrasi Mesir, Nabila Makram (Getty Images) |
Jakarta - Menteri Imigrasi Mesir, NabilaMakram, mengklarifikasi pernyataannya yang seperti mengisyaratkan bahwa para pengkritik Mesir di luar negeri akan dibunuh. Dalam pidato di depan para ekspatriat Mesir di Toronto, Kanada,Makram mengatakan, siapapun yang menyampaikan komentar negatif terhadap pemerintah Mesir akan "dipotong".
Rekaman video menunjukkan dia membuat gestur dengan menempatkan tangannya secara menyilang ke tenggorokannya.
Belakangan, Makram mengklaim dirinya suka berimprovisasi dengan mengutarakan "kata-kata sederhana dan spontan" lebih gampang dicerna.
Makram juga mengatakan kata-katanya telah "dimanipulasi".
"Betapa setiap kata apapun dapat digunakan untuk memantik serangan terhadap negara yang bertujuan menaikkan pamor", katanya kepada Mehwar TV.
Dia menyampaikan hal ini setelah para pengguna media sosial menyerang pernyataannya.
Dalam video tersebut, yang dibuat oleh Koalisi Mesir-Kanada untuk Demokrasi (ECCD) yang pro-kelompok oposisi, Makram terlihat memberi tahu kepada ekspatriat Mesir: "Ke mana pun kita pergi, Mesir akan tetap berada di hati kita.
Getty Images Video yang memperlihatkan pidato Makram dibuat oleh kelompok oposisi Mesir di Kanada. Foto atas:MendiangMohammedMorsi, presiden terpilih Mesir, yang digulingkan militer.
"Kami tidak akan menolerir apa pun untuk dikatakan orang lain tentang hal itu. Siapa pun yang mengatakan sesuatu (negatif) tentang Mesir di luar negeri akan 'dipotong'," tambahnya, disusul derai tawa dan tepuk tangan.
Pernyataan Makram ini menuai kritik di media sosial. Sejumlah kelompok penentang pemerintah Mesir menilai ucapan tersebut merupakan ancaman langsung terhadap para pembangkang, terutama setelah pembunuhan terhadap jurnalis asal Saudi, Jamal Khashoggi, oleh tim intelijen negara itu di Istanbul, Turki.
Pegiat hak asasi manusia mengatakan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi telah menindas para pengkritiknya, yang disebutkan belum pernah terjadi sebelumnya, semenjak dia memimpin proses penggulingan oleh militer terhadap Presiden Mesir yang dipilih secara demokratis pertama kali, Mohammed Morsi, pada 2013.
Lebih dari 1.000 pemrotes tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan, serta setidaknya 60.000 orang dilaporkan telah ditahan, sementara ratusan orang lainnya dijatuhi hukuman mati.
Lainnya, ratusan orang lainnya dilaporkan hilang dalam apa yang disebut sebagai upaya penghilangan yang tampaknya dilakukan secara paksa.
Sebagian besar yang menjadi sasaran adalah pendukung gerakan Ikhwanul Muslimin yang kini dilarang, tetapi aktivis oposisi liberal dan sekuler juga menjadi sasaran.