Dikisahkan bahwa saat Sayyidah Fatimah Az-Zahra wafat, jenazah putri kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu diusung oleh empat orang-orang saleh, yaitu suaminya sendiri Sayyidina Ali, kedua putranya Hasan dan Husain, serta sahabat Abu Dzar al-Ghifari.
Ketika Jenazah Sayyidah Fatimah sudah tiba di samping liang kubur dan siap dikebumikan, Abu Dzar al-Ghifari langsung berkata kepada liang kubur yang akan menjadi tempat peristirahatan terakhir Sayyidah Fatimah.
"Wahai kubur, apakah kamu tahu jenazah siapa yang kami bawakan kepadamu?" ucap Abu Dzar al-Ghifari.
Tanpa panjang lebar Abu Dzar al-Ghifari pun melanjutkan ucapannya.
"Ini adalah jenazah Sayyidah Fatimah, putri Rasulullah, istrinya Sayyidina Ali, dan Ibunda Hasan dan Husain," tegas Abu Dzar.
Tidak lama kemudian orang-orang yang mengantar jenazah Sayyidah Fatimah langsung mendengar suara dari dalam kubur:
"Aku bukanlah tempat bagi keturunan orang terhormat, bukan pula tempat bagi keturunan orang kaya. Aku adalah tempat amal saleh, maka tidak akan selamat dariku kecuali orang yang banyak berbuat kebaikan, orang yang hatinya bersih dan orang yang ikhlash dalam beramal.
Kisah ini dikutip dari Durratun Nashihin fil Wa'dzi wal Irsyadi karya Syekh Utsman bin Hasan Al-Khaubawi (Semarang: Toha Putra, tt, hal. 146-147). Hikmah yang bisa dipetik adalah bahwa yang akan menyelematkan kita di alam kubur dan di akhirat kelak bukanlah karena faktor keturunan, melainkan karena amal saleh. Jangankan kita manusia biasa, Sayyidah Fatimah binti Rasulullah pun ketika akan memasuki alam kubur tetap harus melewati prosedur yang telah ditetapkan.
Cerita tersebut kian menegaskan firman Allah bahwa sesungguhnya yang paling mulia di sisi-Nya adalah mereka yang paling bertakwa (QS al-Hujrat:13). Artinya, standar kemuliaan ditentukan oleh kualitas pribadi dalam hal ketakwaan, bukan oleh nasab atau kekayaan.
Soal keadilan ini pun berlaku pada tataran sosial. Rasulullah menolak diskriminasi dengan alasan strata sosial dan ekonomi atau faktor keturunan. Tak heran, saat Rasulullah mendapati para sahabatnya canggung menghukum seorang pencuri dari subklan Bani Makhzum lantaran kebangsawanannya, beliau berdiri dan berpidato di depan khalayak:
"Sungguh orang-orang sebelum kalian hancur lantaran apabila ada bangsawan mencuri, dibiarkan; sementara apabila ada kaum lemah mencuri, dihukum. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." Demikian diriwayatkan Imam Muslim.
Wallahu a’lam.