Polemik Rektor Asing dan Salah Diagnosis Menteri Nasir -->

YAITU LOGO2 DAN BANNER

Polemik Rektor Asing dan Salah Diagnosis Menteri Nasir

Friday, 2 August 2019
Ilustrasi pendidikan di Indonesia. (CNN Indonesia/Andika Putra)

Jakarta, Rencana Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir merekrut rektor asing untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN), mengundang polemik. Sebagian kalangan menganggap Menteri Nasir tidak mengetahui persoalan sesungguhnya dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Menteri Nasir lewat kebijakan itu berniat memajukan kualitas pendidikan di Indonesia, sehingga kampus di Indonesia bisa menembus ranking 200 besar dunia.

"Apabila kita punya keinginan meratingkan perguruan tinggi kita di kelas dunia berarti kita harus melihat dunia atau di negara-negara lain. Oleh karena itu yang namanya rektor dari luar negeri atau asing, guru besar asing yang akan masuk pada perguruan tinggi di Indonesia itu hal yang lumrah," kata Nasir ditemui di kantornya, Gedung Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (2/8). .

"Kita harus bersikap positif dalam rangka meningkatkan daya saing," ujarnya lagi.
Nasir berkata sudah pernah mewacanakan rektor asing masuk PTN pada 2016. Wacana itu kemudian sengaja diendapkan karena dapat tanggapan negatif. Saat ini Nasir mengaku lebih siap mengantisipasi reaksi masyarakat.

Dia meyakini Indonesia memang membutuhkan tantangan untuk mengembangkan kemampuan. Menurut dia, tenaga pendidik di Indonesia saat ini memerlukan persaingan agar bisa berkembang.

"Ini perlu challenge kembali. Saya lebih keras lagi sekarang," kata Nasir yang menargetkan merekrut rektor asing mulai 2020.

Nasir menyebut tetap ada syarat bagi rektor asing yang akan direkrut. Para rektor asing itu, kata Nasir setidaknya harus memenuhi tiga syarat utama yang telah dia siapkan. Syarat itu meliputi networking, experience, dan yang ketiga manajerial di bidang riset.

"Pertama yang harus kita lihat adalah yang dia punya network. kedua, experience dia dalam mengelola perguruan tinggi seperti apa, mampukah meningkatkan rating satu perguruan tinggi menjadi lebih baik. Ketiga bagaimana bisa memanajeri perguruan tinggi itu akan menjadi lebih baik dari masalah hasil inovasi risetnya," kata Nasir.


Tak Paham Pendidikan Tinggi

Bayangan Menteri Nasir bahwa peringkat universitas di Indonesia bisa meningkat karena pengajar dan rektor asing, dibantah oleh pengamat pendidikan Doni Koesoema.

Dengan cara berpikir Nasir, Doni menyebut seolah rendahnya kualitas perguruan tinggi di Indonesia hanya karena faktor kepemimpinan. Padahal, pemeringkatan universitas sebagai salah satu indikator mutu pendidikan, memiliki syarat yang kompleks.

Doni berkata merekrut rektor asing bukan jaminan memperbaiki kualitas layanan pendidikan.

Menurut Doni persoalan sebenarnya ada di sistem dan budaya akademik, bukan pada faktor pemimpinnya. Persoalan itu kata Doni misalnya meliputi skema anggaran penelitian yang mengikuti anggaran negara, publikasi hasil penelitian hingga masalah kehadiran mahasiswa internasional di perguruan tinggi Indonesia.

"Tidak perlu ada rektor asing PTN kita sudah tertantang. Jadi argumentasi menteri tidak jelas. Kalau cuma men-challenge tidak perlu undang rektor. Tidak ada korelasi dengan persoalan pendidikan kita," kata Doni saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Menristekdikti Mohamad Nasir menargetkan merekrut rektor asing pada 2020 untuk meningkatkan ranking PTN Indonesia. (CNN Indonesia/Mesha Mediani)

Dodi menyebut Nasir sama sekali tak paham dengan pokok persoalan sebenarnya yang ada di ranah pendidikan tinggi. Akibatnya, kebijakan yang dia ambil pun terasa salah sasaran. "Struktur PT kita berbeda," kata Dodi.

Dodi juga menjelaskan pekerjaan rektor di luar negeri berbeda dengan pekerjaan rektor di Indonesia. Di luar negeri, pekerjaan rektor adalah melobi bukan pada urusan administrasi.

"Di luar, kerjaannya rektor itu bukan administrasi, tapi lobi. Maka disebut President University, sedangkan pengembangan keilmuan semuanya otonomi dekan," kata dia.

"Kita tidak punya jabatan Presiden Universitas, sementara dekan kita, yang adalah terjemahan dean, tugasnya beda dengan dekan di LN. Jadi kalau sistem dan kewenangan tak diubah, sia-sia mengundang rektor asing," kata Dodi.

Pengamat dan pemerhati pendidikan, Mohammad Abduhzen menyebut persoalan utama pendidikan Indonesia adalah budaya akademik atau sistem pendidikan. Dia menjelaskan sistem pendidikan itu meliputi peningkatan kualitas dosen, penghasilan dosen, perbaikan infrastruktur, kurikulum, hingga anggaran untuk PTN.
Dia berkata membangun sistem pendidikan itu memerlukan dukungan sebagian besar sivitas akademika dalam satu struktur Perguruan Tinggi.

"Apakah rektor asing dengan beberapa dosen asing mampu bersinergi dengan para guru besar dan dosen-dosen kita? Seperti sepak bola, dengan mengontrak pelatih dan beberapa pemain asing, apakah kualitas bola kaki kita meningkat? Saya kira tidak. Ada kultur yang harus dibangun terlebih dahulu," kata Abduhzen.

Siapapun dan sehebat apapun rektornya, menurut Abduhzen, tetap tak bisa bekerja sendiri untuk meningkatkan kualitas pendidikan perguruan tinggi. Rektor harus bekerjasama dan berkolaborasi.

"Rektor, siapa pun, sehebat apa pun, tak bisa bekerja sendiri. Dia harus berkolaborasi dengan sivitas akademika yang lain (guru besar, dosen, para peneliti) agar bisa melakukan perubahan. Dia harus membangun tim," katanya.

Simak Video "Polemik Rektor Asing"

News Feed

Share :
Bagikan berita ini ke yang lain
close