![]() |
(Foto: @pixabay) |
Tobat adalah hal yang wajib dilakukan bagi
setiap orang Mukmin yang telah melakukan maksiat kepada Allah SWT. Tobat
dilakukan tak lain sebagai syarat utama agar dosa-dosanya diampuni oleh
Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
ياأيها الذين آمَنُواْ توبوا إِلَى الله تَوْبَةً نَّصُوحاً عسى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
Artinya,
"Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat
yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu," (Surat At-Tahrim ayat 8).
Tobat
wajib dilakukan dengan sesegera mungkin setelah seseorang melakukan
maksiat, apapun jenis maksiat yang dilakukannya, dosa kecil dan dosa
besar. Sebab jika tidak segera tobat, maka seseorang menganggap remeh
dosa dari maksiat yang telah dilakukannya.
Salah
satu bentuk maksiat yang wajib untuk segera ditobati adalah
meninggalkan salah satu shalat wajib lima waktu. Dengan meninggalkan
shalat wajib dari waktu yang telah ditentukan dengan tanpa adanya uzur
berarti ia dianggap melakukan dosa besar sebab meninggalkan shalat
termasuk dalam kategori dosa besar seperti yang dijelaskan oleh Ibnu
Hajar Al-Haitami:
تنبيهات منها : عد ما ذكر من أن كلا من ترك الصلاة وتقديمها على وقتها وتأخيرها عنه بلا عذر كبيرة
Artinya,
“Hal-hal yang perlu di ingat, di antaranya bahwa segala hal yang telah
dijelaskan menyimpulkan sungguh setiap orang yang meninggalkan shalat
atau mendahulukan shalat dari waktunya atau mengakhirkan shalat dari
waktunya tanpa adanya uzur termasuk dosa besar,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar
Al-Haitami, Az-Zawajir an Iqtirafil Kaba’ir, halaman 355).
Berdasarkan
referensi tersebut dapat dipahami bahwa meninggalkan shalat bukan
persoalan sepele, sebab termasuk kategori dosa besar yang menyebabkan
seseorang mendapatkan predikat fasiq. Oleh sebab itu, orang yang
meninggalkan shalat secara sengaja hendaknya sesegera mungkin untuk
bertobat atas dosa yang telah ia lakukan.
Cara
bertobat bagi orang yang meninggalkan shalat adalah dengan cara memenuhi
beberapa syarat tobat secara umum, yaitu segera mengqadha shalat yang
pernah ia tinggalkan. Hal ini merupakan implementasi dari syarat tobat
yang berupa “Menyudahi melakukan maksiat saat itu juga”, sebab orang
yang meninggalkan shalat berarti ia terus menerus melakukan maksiat
karena tidak melaksanakan perintah berupa mengqadha’ shalat yang ia
tinggalkan sesegera mungkin.
Syarat selanjutnya
adalah dengan wujud penyesalan atas dosa yang pernah ia lakukan, dalam
hal ini adalah meninggalkan shalat secara sengaja. Penyesalan ini
diwujudkan dengan memperbanyak membaca istighfar dengan mengharap semoga
dosanya diampuni oleh Allah SWT.
Syarat
terakhir yaitu ia bertekad tidak akan mengulang kembali dosa yang pernah
ia lakukan, dalam hal ini adalah meninggalkan shalat secara sengaja.
Dengan demikian ia tidak terjerumus kembali dalam keteledorannya berupa
tidak melaksanakan perintah Allah SWT.
Dengan
melaksanakan ketiga syarat ini dan menjalankannya secara teguh, berarti
ia telah melaksanakan tobat atas shalat yang pernah ia tinggalkan.
Syarat-syarat di atas tercantum dalam Kitab Al-Adzkar An-Nawawiyah:
اعلم
أن كلّ من ارتكب معصيةً لزمه المبادرةُ إلى التوبة منها، والتوبةُ من حقوق
اللّه تعالى يُشترط فيها ثلاثة أشياء : أن يُقلع عن المعصية في الحال، وأن
يندمَ على فعلها، وأن يَعزِمَ ألاّ يعود إليها والتوبةُ من حقوق الآدميين
يُشترط فيها هذه الثلاثة، ورابع : وهو ردّ الظلامة إلى صاحبها، أو طلب عفوه
عنها والإِبراء منها
Artinya,
“Ketahuilah bahwa sungguh setiap orang yang melakukan maksiat wajib
baginya untuk bergegas untuk bertobat. Bertobat pada hal yang berkaitan
dengan Hak Allah disyaratkan tiga hal. Pertama, Menyudahi melakukan
maksiat saat itu juga. Kedua, Merasa menyesal pernah melakukan maksiat.
Ketiga, Bertekad untuk tidak mengulang kembali maksiat yang pernah
dilakukannya.
Sedangkan bertobat atas dosa
yang berkaitan dengan hak orang lain disyaratkan tiga hal di atas dan
satu hal lain yang menjadi syarat keempat yaitu mengembalikan kezaliman
yang pernah dilakukannya (pada orang lain) kepada pemiliknya atau
meminta maaf atas kezaliman yang pernah dilakukannya dan meminta
kebebasan tanggungan dari mengembalikan kezaliman yang pernah dilakukan
olehnya,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar An-Nawawiyah, halaman 438).
Syarat-syarat
yang dijelaskan dalam referensi tersebut tidak hanya terkhusus pada
bentuk maksiat berupa meninggalkan shalat, tapi juga berlaku pada semua
jenis maksiat secara umum. Dengan penambahan satu syarat lain, ketika
maksiat yang dilakukan berkaitan dengan haqqul adami, seperti mencuri,
merampas, membunuh, dan bentuk maksiat lain yang berkaitan dengan orang
lain.
Semoga segala upaya tobat yang kita lakukan dapat diterima oleh Allah dan dosa-dosa kita diampuni oleh-Nya. Amin. Wallahu a’lam.
Ustadz Ali Zainal Abidin