![]() |
Aplikasi Instagram. Foto: unsplash |
Jakarta - Berbagai merek atau brand menggelontorkan miliaran dolar per tahun untuk mempromosikan produk mereka melalui para influencer, yang punya banyak follower di media sosial. Namun demikian menurut penelitian terbaru, maraknya follower palsu berpotensi merugikan mereka.
Dikutip detikiNET dari CNBC, marketing melalui influencer memang membuat brand berpotensi menjangkau audiens yang relevan di Instagram, Snapchat ataupun YouTube. Akan tetapi agar tampak lebih 'berpengaruh', tak jarang influencer membeli follower palsu atau bot komentar.
Menurut riset perusahaan keamanan siber Cheq bersama profesor ekonomi dari University of Baltimore, Robert Cavaroz, aktivitas tidak patut itu bisa merugikan pengiklan dengan total USD 1,3 miliar tahun ini. Jika dirupiahkan, sekitar Rp 18 triliun.
Dikutip detikiNET dari CNBC, marketing melalui influencer memang membuat brand berpotensi menjangkau audiens yang relevan di Instagram, Snapchat ataupun YouTube. Akan tetapi agar tampak lebih 'berpengaruh', tak jarang influencer membeli follower palsu atau bot komentar.
Menurut riset perusahaan keamanan siber Cheq bersama profesor ekonomi dari University of Baltimore, Robert Cavaroz, aktivitas tidak patut itu bisa merugikan pengiklan dengan total USD 1,3 miliar tahun ini. Jika dirupiahkan, sekitar Rp 18 triliun.
Angka itu didapatkan dari persentase 15% dari total uang USD 8,5 miliar, yang tahun ini diprediksi dikeluarkan untuk marketing para brand melalui influencer.
Tentunya pula, banyak influencer yang benar-benar asli dan jujur dalam bisnisnya. Namun demikian, sebagian melakukan bermacam cara tidak patut untuk meningkatkan profilnya.
Pihak Cheq menilai sebenarnya tidak terlampau sulit bagi brand untuk memilah para influencer yang asli dan mana yang memanipulasi. "Cukup mudah untuk mengetahui apakah follower mereka palsu," sebut Cheq.